Kepada senyawaku…
Hai sayang, saat kau membaca surat ini. Ya, tentu saja aku sudah
bersamamu. Membuatkanmu kopi tiap pagi, menyiapkan sarapan ,dan
merapikan bajumu, dan segala tindakan menyenangkan lain.
Tahukah kamu, saat ini apa yang kurasakan? Ya… Saat ini aku memang
sedang berada di sebuah persimpangan dan lalu menempuh jalan yang sama
hingga merenta dan menutup usia.
Aku di saat ini belum tahu seperti apa rupamu, apakah kau mancung
atau pesek. Tapi yang jelas, ketika kau membaca ini, sungguh aku tak
peduli. Hidungmu, nafas yang keluar dari situ sudah menjadi bagian dari
nyawaku.
Aku di saat ini mungkin belum tahu jelas bagaimana suaramu, tapi aku
yakin saat kau baca surat ini. Suaramu adalah nada terindah yang kuingin
selalu tertiup di telingaku.
Aku di saat ini mungkin belum tahu bagaimana bentuk matamu, tapi aku
yakin saat kau baca ini. Matamu adalah pnacaran sinar, yang menerangkan
setiap langkahku.
Oh, kekasih hati sampai mati.
Saat aku menulis ini, aku memang masih sendiri, tapi tak mengapa. Aku
menikmati rasa ini, karena akan ada ribuan hari yang akan kujalani
dengan tak sendiri nanti. Ya, bersamamu tentunya. Sedetik kutunggu,
selangkah kau mendatangiku. Bersamaan itu, kusiapkan hati agar kau tahu.
Aku selalu menjaganya hati-hati. Untukmu.
Saat kau membaca ini. Kau, satu-satunya yang kutunggu. Terima kasih
atas segala waktu yang terlewati. Aku mencintaimu, dari dulu, kini, dan
nanti.
Salam sayang, dariku kini. Senyawamu, bertahun-tahun lalu.
NB: Selesai kau baca ini, ciumlah aku :-)
@rahneputri
Jumat, 07 Juni 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar